Jumat, 28 Februari 2014

ya rabbul izzati

ya allah,
hamba memohon agar engkau memilihkan mana yang baik menurutMU
hamba memohon engkau memberikan kepastian dengan ketentuanMU

Selasa, 16 April 2013

MAKALAH EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN ,FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI NEGARA (FISIPOL) UNITOMO SURABAYA


PENULIS PUTRI AYU UDAYANI

MAHASISWI UNITOMO

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI NEGARA


“PERANAN MIGRASI SIRKULER
DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI JALANAN”

MAKALAH
TUGAS UAS EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN
DR.Eny Haryati, M.Si

Oleh :
PUTRI AYU UDAYANI
2010020029

(KELAS PAGI)

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS DR. SOETOMO SURABAYA
SEMESTER GANJIL 2012/2013




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kesenjangan antara kota dan desa merupakan penyebab utama mengapa penduduk pedesaan melakukan migrasi ke kota-kota besar, baik untuk menetap maupun hanya sirkuler. Ketimpangan upah, daya tarik kota menjadi pilihan utama bagi mereka yang ingin menyelamatkan diri dari tekanan kemiskinan di desa. Berbagai data tentang kemiskinan sudah sering dikemukakan oleh banyak ahli ekonomi. Misalnya, seperti yang dikemukakan oleh Prof. Sumitro Djojohadikusumo pada kongres ISEI di Sumatera Barat tahun 1990 yang lalu, dimana masih ada sekitar 30 juta penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Akibat dari proses migrasi selama bertahun-tahun adalah sebuah pemandangan yang sangat dramatis dari kehidupan ekonomi informal, yang juga lazim disebut ekonomi bawah tanah (under ground economy) atau ekonomi bayangan. Di indonesia ekonomi informal memainkan hampir 70 persen, paling tidak dilihat dari segi penyerapan tenaga kerjanya. Sementara itu pada sisi outputnya terlihat masih belum memadai karena produktivitas sektor informal masih rendah.
Sejumlah besar massa dari lapisan bawah perkotaan terjaring dalam organisasi ekonomi informal yang sangat beragam. Contohnya adalah sistem pondok yang mengorganisir kehidupan para pedagang dorongan dari beragam makanan jadi, yang pada umumnya adalah para migran sirkuler. Ribuan pondok tersebar dipelosok jakarta, yang lahir sebagai lembaga informal di lapisan bawah yang begitu unik.
Goldscheider (1985) menggambarkan adanya variasi tipe-tipe migrasi yang kompleks dalam struktur sosial suatu masyarakat. Oleh karena itu, perubahan struktur sosial masyarakat tidak hanya mengubah pola-pola migrasi, tetapi perubahan migrasi secara perlahan-lahan bisa mengubah struktur sosial masyarakat di suatu komunitas atau kelompok-kelompok sosial yang berbeda.
Menurut Todaro(2004), migrasi adalah suatu proses perpindahan sumber daya manusia dari tempat-tempat yang produk marjinal sosialnya nol ke lokasi lain yang produk marjin sosialnya bukan hanya positif, tetapi juga akan terus meningkat sehubungan dengan adanya akumulasi modal dan kemajuan te Terkait dengan ulasan di atas migrasi dapat menyebabkan adanya transformasi sosial-ekonomi. Transformasi sosial-ekonomi dapat didefinisikan sebagai “proses perubahan susunan hubungan-hubungan sosial-ekonomi (sebagai akibat pembangunan). Lee (1966) dalam teorinya “ Dorong – Tarik” (Push-Pull Theory) berpendapat bahwa migrasi dari desa ke kota disebabkan oleh faktor pendorong di desa dan penarik di kota. Teori tersebut menerangkan tentang proses pengambilan keputusan untuk bermigrasi yang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan, faktor-faktor rintangan, dan faktor-faktor pribadi. Faktor-faktor yang terdapat didaerah asal dan tujuan dibedakan menjadi tiga, yaitu: faktor-faktor daya dorong (push factor), faktor-faktor daya tarik (pull factor), dan faktor-faktor yang bersifat netral (neutral).
Pelaku migrasi sirkuler sebagian besar terdiri dari: buruh tani, penduduk pedesaan yang bukan petani (pedaganng, tukang dengan keterampilan tertentu, buruh serabutan), dan penganggur (tanpa pendidikan dan/atau dengan sedikit bekal pendidikan). Di samping itu, diantara mereka terdapat pula petani kecil/ gurem dan/atau petani yang tidak bertanah (punya tanah dan punya modal) yang turut ambil bagian dalam kegiatan migrasi sirkuler ini.
Faktor-faktor yang bersifat netral pada dasarnya tidak berpengaruh terhadap pengembilan keputusan untuk bermigrasi. Todaro (2004) menjelaskan bahwa pertumbuhan migrasi dari desa ke kota yang terus menerus meningkat merupakan penyebab utama semakin banyaknya pemukiman-pemukiman kumuh di perkotaan, namun sebagian lagi disebabkan lagi oleh pemerintah di masing-masing negar paling miskin. Sadar atau tidak mereka juga turut menciptakan pemukiman kumuh tersebut. Maka dari itu, kebanyakan warga desa memilih untuk melakukan migrasi sirkuler. Dalam makalah ini akan dibahas lebih dalam faktor dan dampak migrasi sirkuler di desa dan pengaruhnya terhadap pembangunan ekonomi secara nasional.
Berdasarkan pemikiran akan pentingnya pembangunan ekonomi dalam program migrasi bagi kalangan masyarakat desa terutama bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, maka penelitian ini penulis menetapkan judul makalah : 
“Peranan Migrasi Sirkuler Dalam Mewujudkan Pembangunan Ekonomi Jalanan”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana Peranan Migrasi Sirkuler Dalam Mewujudkan Pembangunan Ekonomi Jalanan ?.
2. Mengapa migrasi sirkuler menjadi faktor penting bagi peningkatan ekonomi desa?.
3. Apa dampak yang dihasilkan dari migrasi sirkuler terhadap peningkatan ekonomi desa?.
4. Sejauh mana peningkatan ekonomi desa bisa meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia?.

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini yakni, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peran penting migrasi sirkuler dalam mewujudkan pembangunan ekonomi jalanan.
2. Untuk mengetahui alasan migrasi sirkuler merupakan faktor penting bagi peningkatan ekonomi desa.
3. untuk mengetahui dampak dari migrasi sirkuler terhadap peningkatan ekonomi desa.
4. Untuk menjadikan migrasi sirkuler sebagai salah satu solusi bagi pembangunan ekonomi nasional berbasis kemajuan ekonomi desa

1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 
Relevansi yang diharapkan dari makalah ini untuk Program Studi Ilmu Administrasi Negara adalah mengenai Ekonomi Politik Pembangunan. 
2. Bagi Penulis. 
Untuk menambah ilmu pengetahuan sekaligus menambah wawasan secara nyata sehingga dapat dijadikan bahan referensi yang berharga bagi penulis. 
3. Bagi UNITOMO
Manfaat makalah ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan penelitian untuk digunakan sebagai bahan tambahan dalam penelitian berikutnya.

1.5 Sistematika Pembahasan
Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang isi secara keseluruhan Makalah, maka penyusun membagi dalam 3 bab secara singkat sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Di dalam bab ini penyusun menguraikan secara teoritis mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Di dalam bab II ini penulis menguraikan tentang definisi migrasi, definisi migrasi sirkuler, pembangunan ekonomi, manfaat pembangunan ekonomi, dampak positif pembangunan ekonomi, dampak negatif pembangunan ekonomi, teori-teori pembangunan ekonomi.
BAB III PEMBAHASAN
Dalam bab III penulis menguraikan tentang peranan penting migrasi sirkuler dalam mewujudkan pembangunan ekonomi jalanan, pentingnya peningkatan perekonomian, pentingnya migrasi sirkuler sebagai faktor peningkatan ekonomi desa, dampak migrasi sirkuler terhadap peningkatan ekonomi desa.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab IV penulis menguraikan tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA


BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Definisi Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Arus migrasi ini berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang dimaksud bukanlah pendapatan aktual, melainkan penghasilah yang diharapkan (expected income). Kerangka Skematik ini merupakan aplikasi dari model dekskripsi Todaro mengenai migrasi. Premis dasar yang dianut dalam model ini adalah bahwa para migran mempertimbangkan dan membandingkan pasar-pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka disektor pedesaan dan perkotaan, serta memilih salah satunya yang dapat memaksimumkan keuntungan yang diharapkan. Besar kecilnya keuntungan yang mereka harapkan diukur berdasarkan besar kecilnya selisih antara pendapatan riil dari pekerjaan dikota dan didesa, angka tersebut merupakan implementasinya terhadap peluang migran untuk mendapatkan pekerjaan dikota.[1] (www.wikipedia.com)
2.1.1 Definisi Migrasi Sirkuler
Migrasi yang terjadi jika seseorang berpindah tempat 
tetapi tidak bermaksud menetap di tempat tujuan.
2.2 Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu Negara.
Pembangunan ekonomi dilakukan oleh semua negara, baik oleh negara-negara yang relatif sudah maju maupun yang belum maju. Negara-negara yang relatif sudah maju disebut juga negara yang berkembang, disamping mengusahakan dirinya untuk terus dapat berkembang, juga sedikit banyak menaruh perhatian terhadap perkembangan negara-negara relatif masih belum berkembang atau sudah berkembang. Adapun alasan-alasan mengapa negara maju memperhatikan pembangunan di negara sedang berkembang adalah :
a. Bersifat politis, yaitu untuk mencegah masuknya pengaruh dari blok lain.
b. Bersifat ekonomis, yaitu untuk memperluas perdagangan internasionalnya.
c. Bersifat perikemanusiaan.
Todaro mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan kelembagaan, selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi, penganguran ketidakmerataan distribusi pendapatan dan pemberantasan kemiskinan. (Michael P. Todaro, Economics for a Developing World, Longman (1981), hal.96-97)
2.2.1 Manfaat Pembangunan Ekonomi
Adapun manfaat pembangunan ekonomi yakni sebagai berikut :
a. Dengan adanya pembangunan ekonomi maka output atau kekayaan suatu masyarakat atau perekonomian akan bertambah.
b. Kebahagiaan penduduk akan bertambah pula karena pembangunan ekonomi tersebut menambah kesempatan untuk mengadakan pilihan yang luas.
c. Pembangunan ekonomi memberikan kemampuan dan kesempatan kepada  mereka untuk mengatasi masalah-masalah.
d. Pembangunan ekonomi juga memberikan suatu kebebasan untuk memilih kesenangan yang lebih luas.
e. Dengan pembangunan ekonomi akan tersedia lebih banyak barang-barang pemuas kebutuhan dan juga lebih banyak kesempatan untuk hidup bersenang-senang.
2.2.2 Dampak Positif Pembangunan Ekonomi
Melalui pembangunan ekonomi, pelaksanaan kegiatan perekonomian akan berjalan lebih lancar dan mampu mempercepat proses pertumbuhan ekonomi.
Adanya pembangunan ekonomi dimungkinkan terciptanya lapangan pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat, dengan demikian akan mengurangi pengangguran.
Terciptanya lapangan pekerjaan akibat adanya pembangunan ekonomi secara langsung bisa memperbaiki tingkat pendapatan nasional.
Melalui pembangunan ekonomi dimungkinkan adanya perubahan struktur perekonomian dari struktur ekonomi agraris menjadi struktur ekonomi industri, sehingga kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh negara akan semakin beragam dan dinamis.
Pembangunan ekonomi menuntut peningkatan kualitas SDM sehingga dalam hal ini, dimungkinkan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berkembang dengan pesat. Dengan demikian, akan makin meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.2.3  Dampak Negatif Pembangunan Ekonomi
Adanya pembangunan ekonomi yang tidak terencana dengan baik mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan hidup.
Industrialisasi mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian.
hilangnya habitat alam baik hayati atau hewan
2.3 Teori-Teori Pembangunan Ekonomi
Dalam garis besarnya teori-teori pembangunan ekonomi dapat digolongkan menjadi 5 besar yaitu :
1. Aliran Klasik
Aliran klasik muncul pada akhir abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 merupakan awal bagi adanya perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi liberal itu disebabkan oleh adanya pacuan antara kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Beberapa penganut aliran klasik, diantaranya Adam Smith, David Ricardo, dan Thomas Robert Malthus.
2. Teori Karl Mark (Pertumbuhan dan Kehancuran)
Karl Mark mengemukakan teorinya berdasar atas sejarah perkembangan masyarakat di mana perkembangan itu melalui 5 tahap :
a. Masyarakat komunal primitif
b. Masyarakat perbudakan
c. Masyarakat feodal
d. Masyarakat sosialis
3. Aliran Neo-Klasik
Mempelajari tentang tingkat bunga, yaitu harga modal yang menghubungkan nilai pada saat ini dan saat yang akan datang. Pendapat Neo-Klasik mengenai perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut.
a. Adanya akumlasi kapital merupakan faktor penting dalam perkembangan ekonomi.
b. Perkembangan itu merupakan proses yang gradual.
c. Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif.
d. Aliran Neo-Klasik merasa optimis terhadap perkembangan.
e. Adanya aspek internasional dalam perkembangan tersebut.
4. Teori Schumpeter
Menurut Schumpeter perkembang ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis ataupun gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan terputus-putus (discontinuous), yaitu merupakan gangguan-ganguan terhadap keseimbangan yang telah ada.
5. Analisa Post Keynesian
Ialah mereka yang mencoba untuk merumuskan perluasan teori keynes. Teori keynes itu terbatas pada analisa jangka pendek. Untuk analisanya keynes menggunakan anggapan-anggapan berdasar atas keadaan waktu sekarang.



BAB III
PEMBAHASAN



3.1 Peranan  Penting Migrasi Sirkuler Dalam Mewujudkan Pembangunan Ekonomi Jalanan
Sebagai kaum migran sirkuler, mereka datang ke jakarta atau surabaya hanya untuk mencari pekerjaan karena peluang bekerja didesa sudah demikian sempit atau untuk memanfaatkan waktu luang menunggu panen padi. Kaum golongan migran ini adalah produk dari proses diferensiasi dan polarisasi sosial ekonomi yang terjadi di desa, sejalan dengan revolusi hijau yang memberi manfaat jauh lebih besar bagi para petani kaya, tetapi sangat sedikit bagi kalangan bawah dipedesaan. Dalam berbagai hal, ketimpangan antara desa dengan kota sangat berpengaruh pada massa lapisan bawah, dipedesaan mencari pekerjaan dikota betapapun kasarnya ternyata lebih mudah dan menghasilkan uang yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan bekerja didesa. Faktor ini merupakan sisi lain yang mendorong mengapa kota menjadi sasaran sejumlah besar kaum informal ini.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh TIM LP3ES diperlihatkan sebagai temuan yang menarik. Misalnya saja kehidupan ojek sepeda, yang dianggap sebagai bidang pekerjaan yang menarik. Misalnya saja kehidupan ojek sepeda, yang dianggap sebagai bidang pekerjaan paling marjinal dan paling informal diperkotaan, ternyata memberikan penghidupan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan kehidupan didesanya, paling tidak jika dilihat dari jumlah pendapatan yang diperolehnya. Mereka yang mengojek sepeda mempunyai peluang untuk mengirim sejumlah uang antara 500 ribu sampai satu juta rupiah setiap tahun. Ini berarti setiap bulannya mereka dapat membawa pulang sejumlah 50-90 ribu rupiah. Kasus tukang becak disurabaya merupakan contoh yang lebih baik lagi. Dari beberapa key informant, para migran sirkuler yang berprofesi sebagai tukang becak malah membawa pulang sebanyak 25-35 ribu rupiah per sepuluh hari, atau antara 75 sampai 105 ribu rupiah perbulannya.
Dengan melakukan pola migrasi sirkuler seperti ini, maka kehidupan keluarga mereka bisa tertolong. Penghasilan dari tanah sejengkal di desanya, sudah pasti tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, paling tidak untuk kebutuhan pangan dan sandangannya. Dengan bekerja di bidang ekonomi informal di perkotaan sangat mengifisienkan tingkat penghasilan mereka. Artinya terdampar dikota dengan pekerjaan paling marjinal pun berarti terhindar dari bahaya kelaparan mengancam mereka dari waktu. Bahkan kesempatan kerja dirasakan lebih bervariasi dibandingkan dengan hanya bertani saja, dengan tingkat pendapatan yang relatif lebih baik. Kecenderungan migrasi sirkuler terjadi karena mereka hanya  berminat  untuk mencari pekerjaan dikota yang amat tidak mudah diperoleh di desanya. Mereka tinggal dikota dalam periode tertentu (biasanya setiap minggu, bulan, atau bahkan triwulan) kemudian untuk beberapa saat menikmati hasil pendapatannya bersama sanak keluarganya di desa. Sementara itu keputusan untuk tetap tinggal di desa harus diambil karena keterpaksaan dan ketidakmungkinan menetap dikota dengan pendapatan apa adanya dari  bekerja di sektor informal. Para migran tersebut tidak sepenuhnya dapat menjalani kehidupan dikota apalagi jika ditambah dengan keluarganya. Secara ekstrim kehidupan sirkuler yang mereka jalani adalah sebuah pilihan yang sangat optimal dan paling efisien untuk dirinya sendiri yang tertekan oleh keadaan yang mengepungnya. Dinamika ekonomi yang melemah didesa kemudian digeser oleh penduduknya ke kota, secara relatif memberi arti yang lebih besar bagi penghidupan kaum migran.
Budaya Migrasi Dalam Pembangunan Ekonomi Jalanan
Dalam sejarah demografi indonesia, khususnya jawa, dua pola migrasi memainkan peranan penting dalam penyebaran penduduk, pola mata pencaharian mereka dan ekonomi jalanan. Dua pola tersebut yaitu pindah dan merantau, membentuk kota-kota yang kita kenal selama ini sebagai jakarta, surabaya bandung, semarang dan sebagainya. Pola yang pertama, yang lebih dikenal sebagai migrasi sirkuler yang unik, merupakan gambaran dari ketidakmampuan desa dan sistem ekonominya untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduknya karena carrying capacity yang sudah diluar batas. Migrasi pun proses sebagai gerak dinamik penduduk desa dalam mewujudkan pembangunan ekonomi jalanan.
Adapun tabel migrasi dalam ekonomi jalanan sebagai berikut :
Tabel 1 Nilai Asset Perdagangan 2 (dua) Orang Penjual Jamu Gendongan pada ekonomi jalanan
Item Nilai (Rupiah)
Kasus I (total nilai asset : Rp. 14.750)
Botol (8) a Rp. 150 1200,-
Gelas (4) a Rp. 100 400,-
Ember (Bucket) (1) 300,-
Penumbuk 3000,-
Keranjang datar (nyiru) 100,-
Kompor 3700,-
Alu 2000,-
Keranjang 1000,-
Kain Gendongan 2000,-
Corong Plastik 50,-
Penyaring
Kasus II (Total Nilai: Rp. 15.050
Botol (8) a Rp. 150 1200,-
Gelas (4) a Rp. 100 300,-
Ember (Bucket) (1) 200,-
Penumbuk 3500,-
Keranjang datar (nyiru) 100,-
Kompor 3500,-
Alu 1500,-
Keranjang 1000,-
Kain Gendongan 2000,-
Corong Plastik 50,-
Penyaring 200,-
Kendi 1500,-
SUMBER : Carol B Hetler, The Impret Of Circular Migration on a Village Economy, BIES 25 (1) April 1989

Tabel 2 Nilai Asset Penjual Bakso pada Ekonomi Jalanan
Item Nilai (Rupiah)
Total Nilai : Rp. 74.500,-
Sepeda 50.000,-
Kotak Pembawa 5.000,-
Kompor 4.000,-
Sendok Penyerok 2.000,-
Mangkok (15) a Rp.750,- 11.750,-
Sendok (15) a Rp.150,- 2.250
Sumber : Carol B Hetler

Tabel 3 : Biaya Operasi Harian Penjual Bakso
Item Nilai (Rupiah)
Total Biaya : Rp. 16.300,-
Tepung Cassanava 300,-
Cabe 200,-
Mie Kuning 1800,-
Mie Putih 1000,-
Bawang Merah 300,-
Sayuran 700,-
Vetsin 2000,-
Daging 7000,-
Sasa 400,-
Kecap 300,-
Tahu 500,-
Minyak Tanah 1000,-
Minyak Goreng 250,-
Ongkos Gilling Daging 250,-
Biaya Angkut 300,-
SUMBER : Carol B. Hetler

Dari wilayah yang kering ekonomi (desa) menuju wilayah yang mudah memperoleh pendapatan (kota). Dengan modal  yang sangat minimal, bahkan tanpa modal sama sekali, peluang untuk bekerja dapat dilakukan di kota. Dua bidang kegiatan ekonomi informal dalam pembangunan ekonomi jalanan, seperti yang digambarkan pada tabel-tabel di halaman dalam studi Hetler, menunjukkan bahwa tukang jamu, walaupun dengan modal yang hanya sekitar 15ribu rupiah namum dapat melakukan bisnis secara kecil-kecilan yang bisa menghidupi dirinya sendiri.
3.2 Pentingnya Peningkatan Perekonomian Desa
Masyarakat desa sebagai dasar awal dalam pembangunan di Indonesia, sampai saat ini masih sering terlupakan. Masyarakat desa pada umumnya sebagian besar dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Pemenuhan akan kebutuhan mereka pun rasanya masih sulit untuk terpenuhi. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pembangunan ekonomi suatu negara tidak lepas dari pembangunan bagian kecilnya sekalipun, yaitu desa. Kemajuan perekonomian desa-desa dan semua wilayah atau dengan kata lain pemerataan kemajuan ekonomi merupakan target penting dalam pembangunan ekonomi negara.
Kondisi desa saat ini pun masih cukup memprihatinkan, sekitar 45% desa di Indonesia masih masuk dalam kategori tertinggal (yusuf, 2006). Oleh karena itu, kemajuan perekonomian desa memiliki andil yang cukup besar, dan salah satu solusi yang kami tawarkan untuk memajukan perekonomian desa untuk mencapai keseimbangan kesempatan ekonomi antara desa dan kota adalah dengan migrasi sirkuler. Karena peningkatan ekonomi desa yang dilakukan dengan kesadaran penuh tiap individu yang berada di dalamnya akan membangun sistem perekonomian yang lebih maju dan kuat, dimana ini bisa terbentuk dengan adanya migrasi sirkuler yang terencana.
3.3 Pentingnya Migrasi Sirkuler sebagai Faktor Peningkatan Ekonomi Desa
Menurut Kartomo (Wirosuhadjo, 1981:116) definisi migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari satu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/ Negara ataupun batas administratif/ batas bagian Negara. Selanjutnya Kartomo mengatakan bahwa apabila seseorang tidak bermaksud menetap di daerah yang didatangi dan telah tinggal di daerah itu kurang dari tiga bulan, maka orang tersebut dapat digolongkan dalam migrasi sirkuler. Sementara Hadi Supadmo(1991:2) mendefinisikan  mobilitas sirkuler adalah penduduk yang bekerja di luar wilayah desanya dan pulang kembali setelah minimal dua hari dan maximal enam bulan baik secara teratur maupun tidak. Batas waktu  minimal dua hari untuk membedakan dengan mobilitas ulang-alik dan batas waktu maximal enam bulan untuk membedakan dengan migran menetap. Mantra (1988), menyatakan bahwa batasan tempat dan waktu tersebut lebih banyak ditentukan berdasarkan kesepakatan.
Mobilitas atau perpindahan penduduk merupakan bagian integral dari proses pembangunan secara keseluruhan. Mobilitas telah menjadi penyebab dan penerima dampak dari perubahan dalam struktur ekonomi dan sosial suatu daerah. Oleh sebab itu, tidak terlalu tepat untuk hanya menilai semata-mata aspek positif maupun negatif dari mobilitas penduduk terhadap pembangunan yang ada, tanpa memperhitungkan pengaruh kebaikannya. Tidak akan terjadi proses pembangunan tanpa adanya mobilitas penduduk. Tetapi juga tidak akan terjadi pengarahan penyebaran penduduk yang berarti tanpa adanya kegiatan pembangunan itu sendiri.
Lee (1966) dalam teorinya “ Dorong – Tarik” (Push-Pull Theory) berpendapat bahwa migrasi dari desa ke kota disebabkan oleh faktor pendorong di desa dan penarik di kota. Teori tersebut menerangkan tentang proses pengambilan keputusan untuk bermigrasi yang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan, faktor-faktor rintangan, dan faktor-faktor pribadi. Faktor-faktor yang terdapat didaerah asal dan tujuan dibedakan menjadi tiga, yaitu: faktor-faktor daya dorong (push factor), faktor-faktor daya tarik (pull factor), dan faktor-faktor yang bersifat netral (neutral). Faktor-faktor yang bersifat netral pada dasarnya tidak berpengaruh terhadap pengembilan keputusan untuk bermigrasi.
Desa sangat erat hubungannya dengan kemiskinan, karena perekonomian di desa dipandang sangat tertinggal dibandingkan dengan di kota. Tidak hanya itu, sumber daya yang ada di desa baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dianggap tidak memiliki prospek yang bagus untuk kemajuan desa. Sektor  pertanian biasanya merupakan mata pencahariaan utama di desa, namun pada kenyataannya kini sektor pertanian sudah tidak dapat menyejahterakan warga desa lagi.
Mantra (1981), juga menyebutkan adanya kekuatan yang mendorong penduduk untuk pergi ke daerah lain (kekuatan sentrifugal), yaitu ; ketidakpuasan pendapatan di bidang pertanian, kurangnya kesempatan kerja dan keterbatasan fasilitas. Rusli (1982), menambahkan bahwa tingkat upah yang rendah dari pekerjaan-pekerjaan pertanian mendorong penduduk desa untuk cenderung mencari pekerjaan-pekerjaan non pertanian seperti pekerjaan di bidang industri. Intinya adalah ketidakpuasaan terhadap upah atau pendapatan yang diperoleh di tempat asal mendorong seseorang pergi ke kota dan berharap akan mendapatkan upah yang lebih baik.
Setelah sebagian besar warga desa melakukan migrasi ke kota, ternyata mereka tidak tahan berlama-lama hidup di kota. Hal ini bisa jadi karena desa memiliki penahan yang kuat sebagai tempat tinggal, hal tersebut disebabkan adanya ikatan keluarga, biaya hidup murah, dan dapat bercocok tanam.  Sementara Mantra (1981) dalam penelitiannya di Daerah Istimewa Yogyakarta, meyebutkan adanya kekuatan yang menahan penduduk untuk tetap tinggal di desa (kekuatan sentripetal) yaitu; 1. Ikatan kekeluargaan dan persaudaraan yang erat, yang tercermin dari semboyan “Mangan ora mangan waton kumpul”, 2. Sistem gotong royong yang kuat, yakni tiap warga desa merasa mempunyai tugas moral untuk saling membantu warga desa yang lain, 3. Pemilikan tanah pertanian memberikan status yang tinggi, karena itu enggan meninggalkan desa untuk menetap di daerah lain, 4. Ikatan batin dengan leluhur mereka, dilakukan dengan mengunjungi makam leluhur setiap bulanruwah (sya’ban) dan lebaran (syawal), dan 5. Ongkos transportasi yang tinggi bila dibandingkan dengan pendapatan mereka. Lebih lanjut Mantra (1981) menyebutkan bahwa untuk mengatasi kedua kekuatan ini maka penduduk desa memilih jalan tengah yaitu dengan migrasi sirkuler.
Dari berbagai macam penjelasan tentang keterkaitan antara migrasi sirkuler dan peningkatan ekonomi di desa, dapat dikatakan bahwa migrasi sirkuler menjadi pilihan yang efektif bagi peningkatan ekonomi desa. Hal ini dapat terlihat dari peningkatan pendapatan dari para pelaku migrasi sirkuler yang setiap bulannya selalu dikirimkan kepada keluarga mereka di desa. Dari uang kiriman para imigran tersebut terlihat adanya peningkatan GDP desa dan peningkatan taraf hidup masyarakat desa. Sebagian besar uang kiriman tersebut digunakan untuk memperbaiki kebutuhan dasar mereka, seperti ; pangan, sandang, dan papan. Selebihnya uang tersebut digunakan untuk memperbaiki infrastruktur desa.
3.4 Dampak Migrasi Sirkuler terhadap Peningkatan Ekonomi Desa
Migrasi sirkuler muncul untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat desa. Adanya migrasi dapat menyebabkan adanya transformasi sosial-ekonomi. Transformasi sosial-ekonomi dapat didefinisikan sebagai “proses perubahan susunan hubungan-hubungan sosial-ekonomi (sebagai akibat pembangunan). Desa dirasa perlu memiliki sebuah lembaga keuangan yang berfungsi untuk mengelola keuangan para migran guna membantu peningkatan pembangunan desa agar proses pembangunan terkontrol dengan baik.
Pada dasarnya masyarakat pedesaan (khususnya di Jawa) sebenarnya merasa enggan untuk pergi untuk meninggalkan desanya. Akan tetapi karena mekanisme bekerjanya faktor-faktor di luar kemauan dan kemampuan merekalah maka sebagian dari mereka terpaksa pergi meninggalkan desanya. Oleh karena itu, kepergian mereka dari desa, sebagian besar hanya bersifat sementara.
Perpindahan atau migrasi yang didasarkan pada motif ekonomi merupakan migrasi yang direncanakan oleh individu sendiri secara sukarela (voluntary planned migraton). Para penduduk yang akan berpindah, atau migran, telah memperhitungkan berbagai kerugian dan keuntungan yang akan di dapatnya sebelum yang bersangkutan memutuskan untuk berpindah atau menetap ditempat asalnya. Dalam hubungan ini tidak ada unsur paksaan untuk melakukan migrasi. Tetapi semenjak dasawarsa 1970-an banyak dijumpai pula mobilitas penduduk  yang bersifat paksaan atau “dukalara” atau terdesak (impelled) (Peterson,W:1969). Mobilitas penduduk akibat kerusuhan politik atau bencana alam seperti yang terjadi di Sakel ataupun Horn, Afrika merupakan salah satu contoh. Adanya berbagai tekanan dari segi politik, sosial, ataupun budaya menyababkan individu tidak memiliki kesempatan dan kemampuan untuk melakukan perhitungan manfaat ataupun kerugian dari aktivitas migrasi tersebut. Mereka berpindah ke daerah baru dalam kategori sebagai pengungsi[1](refugees). Para pengungsi ini memperoleh perlakuan yang berbeda di daerah tujuan dengan migran yang berpindah semata-mata karena motif ekonomi (Beyer, Gunther;1981; Adelman: 1988).
Terdapat dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh  migrasi. Dampak positifnya adalah peningkatan penghasilan para imigran yang berdampak pada peningkatan ;
1. Kebutuhan dasar,
Sekarang mereka dapat membeli bahan-bahan makanan yang bergizi dalam jumlah yang lebih banyak, mereka juga dapat memperbaiki rumah-rumah mereka yang biasanya menggunakan bilik sekarang sudah menggunakan tembok, baju yang mereka gunakan lebih modern daripada dulu, seperti penggunaan kebaya yang sudah ditinggalkan dan kini mereka mulai menggunakan kaos dan celana jeans, sudah mulai dibangun beberapa lembaga kesehatan seperti puskesmas dan posyandu di desa guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan juga untuk memperbaiki gizi masyarakat. Kesehatan dan pendidikan adalah investasi yang dibuat dalam individu yang sama.
Modal kesehatan yang lebih baik dapat meningkatkan pengembalian atas investasi dalam pendidikan karena: 
a. Kesehatan adalah faktor penting atas kehadiran di sekolah.
b. Anak-anak yang sehat lebih berprestasi di sekolah/ dapat belajar secara lebih efisien.
c. Kematian yang tragis pada anak-anak usia sekolah juga meningkatkan biaya pendidikan per tenaga kerja, sementara harapan hidup yang lebih lama akan meningkatkan pengembalian atas investasi dalam pendidikan.
d. Individu yang sehat lebih mampu menggunakan pendidikan secara produktif di setiap waktu dalam kehidupannya.
Modal pendidikan yang lebih baik dapat meningkatkan pengembalian atas investasi kesehatan karena: 
a. Banyak program kesehatan bergantung pada berbagai keterampilan yang dipelajari di sekolah (termasuk melek huruf dan angka).
b. Sekolah mengajarkan pokok-pokok kesehatan pribadi dan sanitasi.
c. Dibutuhkan pendidikan untuk membentuk dan melatih petugas pelayanan kesehatan.
Setelah adanya peningkatan pendapatan para imigran, perbaikan efisiensi produktif dari investasi dalam pendidikan dapat meningkatkan pengembalian atas investasi dalam kesehatan yang meningkatkan harapan hidup.
2. Infrastruktur
Lembaga pengelolaan penghasilan imigran dapat membantu untuk memperbaiki infrastruktur di desa. Pendanaan pembangunan tersebut diperoleh dari iuran yang dikumpulkan secara kolektif oleh lembaga tersebut untuk memperbaiki beberapa  sarana dan prasarana di desa, seperti; jalanan, masjid, gedung sekolah, kantor kepala desa, dan saluran irigasi.
Seperti kasus di Desa Ciasihan, kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Kondisi infrastuktur yang ada di desa pada awalnya sangat buruk, akan tetapi seiring dengan berkembangnya informasi dan semakin luasnya pandangan masyarakat tentang pentingnya sarana dan prasarana. Maka dengan uang yang mereka kumpulkan di Lembaga Keuangan Desa, mereka dapat memperbaiki sedikit demi sedikit prasarana yang ada, seperti, pembuatan WC Umum dan adanya penyaluran air bersih dari gunung melalui selang-selang yang dipasang hingga tempat-tempat penampungan air yang tersedia.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh migrasi sirkuler terhadap  pembangunan ekonomi di desa adalah memburuknya keseimbangan struktural antara desa dan kota secara langsung dalam dua hal. Pertama di sisi penawaran, migrasi internal secara berlebihan akan meningkatkan jumlah pencari kerja di perkotaan yang melampaui tingkat atau batasan pertumbuhan penduduk, yang sedianya masih dapat didukung oleh segenap kegiatan ekonomi dan jasa-jasa pelayanan yang ada di daerah perkotaan. Lonjakan yang setinggi itu belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah, dan semakin lama semakin sulit diakomodasikan, apalagi proporsi migran berusia muda yang memiliki pendidikan dan keterampilan memadai semakin besar. Kehadiran para pendatang tersebut cenderung melipatgandakan tingkat penawaran tenaga kerja di perkotaan, sementara persediaan tenaga kerja yang sangat bernilai di pedesaan semakin tipis. Kedua, di sisi permintaan, penciptaan kesempatan kerja di daerah perlotaan lebih sulit dan jauh lebih mahal daripada penciptaan lapangan kerja di pedesaan, karena kebanyakan jenis pekerjaan sektor-sektor industri di perkotaan membutuhkan aneka input-input komplementer yang sangat banyak jumlah maupun jenisnya. Di samping itu, tekanan kenaikan upah di perkotaan dan tuntutan karyawan untuk mendapatkan aneka tunjangan kesejahteraan, serta tidak tersedianya aneka teknologi  produksi “tepat guna” yang lebih padat karya juga membuat para produsen enggan menambah karyawan karena sekarang peningkatan output sektor modern tidak harus dicapai melalui peningkatan produktivitas atau jumlah pekerja.
Di samping itu juga adanya penurunan jumlah sumber daya manusia untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat sosial atau kegiatan gotong royong guna membangun desa.  Bila hal ini berlangsung terus-menerus dikhawatirkan bahwa kehidupan sosial dan gotong royong yang ada di desa saat ini makin lama akan menjadi sirna.
Hal-hal yang diuraikan di atas terutama tampak dominan untuk daerah-daerah yang jarak antara kota dan desa dapat dikatakan sedang atau jauh (jauh dan sedang dalam arti waktu dan/ atau kemudahan fasilitas transportasi) lain halnya dengan daerah-daerah pedesaan yang dalam arti waktu dan kemudahan fasilitas transportasi tersebut relatif dekat dengan kota.
Menurut Todaro (2004), ada beberapa dampak yang dihasilkan dari migrasi sirkuler yaitu penciptaan keseimbangan ekonomi antara kota dan desa. Keseimbangan kesempatan ekonomi yang lebih layak antara desa dan kota merupakan suatu unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam strategi menanggulangi masalah-masalah pengangguran di desa-desa maupun kota-kota di berbagai Negara-negara berkembang serta untuk mengurangi migrasi desa ke kota; Perluasan industri kecil yang padat karya. Komposisi atau bauran output sangat mempengaruhi jangkauan (dan dalam banyak hal, termasuk juga lokasi) kesempatan kerja karena beberapa produk (terutama barang-barang konsumsi pokok) membutuhkan lebih banyak tenaga kerja bagi setiap unit output dan setiap unit modal daripada produk atau barang-barang lainnya; Pengurangan laju pertumbuhan penduduk melalui upaya pengentasan kemiskinan absolute dan perbaikan distribusi pendapatan, terutama bagi kaum wanita yang disertai dengan menggalakkan program-program keluarga berencana dan penyediaan pelayanan kesehatan di daerah-daerah pedesaan.
3.5 Peningkatan Ekonomi Desa dalam Peningkatkan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa jumlah desa di Indonesia menacapai lebih dari 70 ribu, dan 45 % diantaranya masuk ke dalam kategori desa tertinggal. Sehingga untuk peningkatan pembangunan ekonomi Indonesia, tentunya tak dapat lepas dari pembangunan ekonomi di desa-desa yang ada di negara ini.
Desa atau perdesaan merupakan bagian penting dari perencanaan da pembangunan. Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di perdesaan, namun ironisnya hal ini berbanding lurus dengan kondisi kemiskinannya, dimana kantong-kantong kemiskinan juga berada di perdesaan. Masyarakat perdesaan yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, sangat sulit untuk keluar dari jerat kemiskinan.
Ketahanan suatu bangsa sebaiknya dibangun dari daerah-daerah, yaitu desa. Sehingga jika sebelumnya telah diketahui dampak migrasi sirkuler terhadap pertumbuhan ekonomi desa, maka dengan adanya peningkatan ekonomi desa inilah akan membuat semaikn kuatnya perekonomian dan pembangunan nasional.
Dengan adanya migrasi yang terkondisikan dengan baik, maka kemudian akan membuat suatu keseimbangan perekonomian antara desa dan kota, dimana hal ini sangat berpengaruh penting dalam pembangunan nasional. Kesempatan ekonomi yang setara antara desa dan kota akan menimbulkan suatu kesempatan kerja yang setara antara desa dan kota sehingga kemudian tingkat migrasi bisa ditekan kembali, sehingga keseimbangan perekonomian desa dan kota bisa terus terjaga. Sehingga adanya peningkatan ekonomi desa melalui migrasi ini bisa dijadikan suatu solusi bagi pembangunan ekonomi di Indonesia.

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN
Kota mempunyai arti yang sangat penting bagi kaum migran lapisan bawah asal pedesaan, meskipun tidak semua peluang bisa dijangkau. Potensi dinamika kota memang tidak banyak berarti dibandingkan dengan apa yang didapat oleh para migran, yang terbatas hanya untuk mencukupi kebutuhan dasarnya. Apa yang diperoleh kaum migran untuk lepas dari batas garis kemiskinan. Bagi kaum migran sirkuler, hidup dikota merupakan satu cara untuk menghindari dari keterjepitan, sekaligus sebuah kreativitas dalam menciptakan peluang kecil sekalipun. Migrasi adalah suatu proses perpindahan penduduk dari satu lokasi yang produk marjinal sosialnya nol ke lokasi lain yang produk marjin sosialnya bukan hanya positif, tetapi juga akan terus meningkat sehubungan dengan adanya peningkatan modal dan kemajuan teknologi. Migrasi sirkuler merupakan salah satu faktor penting untuk membangun ekonomi desa dan jalanan. Walaupun demikian, migrasi sirkuler dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya dalam segi ekonomi, akan tetapi juga dari segi sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan infrastuktur desa. Maka dari itu, perlu adanya pensinergian antara pembangunan di desa dan di kota agar tidak adanya ketimpangan jumlah penduduk dari proses migrasi sirkuler.
Dampak yang diharapkan dari migrasi sirkuler yaitu penciptaan keseimbangan ekonomi antara kota dan desa, sebagai strategi dalam perluasan lapangan kerja tidak hanya di kota namun juga di desa sehingga kemudian akan mengurangi angka migrasi dengan sendirinya. Sehingga pembangunan ekonomi Indonesia secara merata akan tercapai, baik di desa maupun di kota dalam pembangunan ekonomi jalanan.
4.2 SARAN
Perlu adanya campur tangan pemerintah daerah dalam mengelola ekonomi suatu desa dan kota agar dapat mengontrol jumlah penduduk desa yang melakukan migrasi sirkuler. Kesadaran masyarakat desa untuk membangun perekonomian di desanya juga sangat diperlukan agar mereka mau berpartisipasi aktif membangun perekonomian di desa mereka.
Peranan pemerintah menjadi sangat penting dalam soal krusial seperti ini sehingga massa lapisan bawah perkotaan juga mendapatkan peluang untuk melakukan partisipasi ekonominya secara leluasa. Peluang dan kesempatan yang lebih besar bagi kehidupan informal harus kita pikirkan untuk memberikan arti bagi luasnya tingkat partisipasi ekonomi massa dilapisan bawah.